Gus Baha keluarkan semua ilmu tingkat tinggi karena pertanyaan dua santri hebat Kwagean Pare Jawa Timur
Gus Baha Gojlok Santri Pondok Pesantren Kwagean Pare Jawa Timur Bab Qur'an Hadits
Pondok Pesantren Fathul ‘Ulum kembali lagi mengadakan acara seminar Tafsir Al Qur’an dan Hadits dengan narasumber KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih akrab dipanggil Gus Baha’ putra seorang ulama’ ahli Qur’an KH. Nursalim Al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah, sebuah desa di pesisir utara pulau Jawa.
Seminar ini diwajibkan bagi seluruh santri induk Pesantren Fathul ‘Ulum, sedangkan santri pondok An Nuur dan Al Anwar tidak bisa mengikutinya. Tujuan dari seminar ini adalah memberikan motivasi kepada seluruh santri Kwagean untuk lebih mendalami lagi mengenai ilmu tafsir Al Qur’an dan hadits. Karena keduanya merupakan sumber asal penggalian hukum-hukum syariat kita, yakni Islam. Dan juga, didalamnya mengandung beribu-ribu bahkan jutaan kalam hikmah dan ilmu-ilmu yang dapat mengantarkan manusia menjadi insan yang sempurna (kamil).
Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih akrab dipanggil Gus Baha’ adalah putra seorang ulama’ ahli Qur’an KH. Nursalim Al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah, sebuah desa di pesisir utara pulau jawa. KH. Nursalim adalah murid dari KH. Arwani Al-Hafizh Kudus dan KH. Abdullah Salam Al-Hafizh Pati.
Gus Baha’ kecil memulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan Al-Qur’an di bawah asuhan ayahnya sendiri. Hingga pada usia yang masih sangat belia, beliau telah mengkhatamkan Al-Qur’an beserta Qiro’ahnya dengan lisensi yang ketat dari ayah beliau. Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid Mbah Arwani menerapkan keketatan dalam tajwid dan makhorijul huruf.
Menginjak usia remaja, Kiai Nursalim menitipkan Gus Baha’ untuk mondok dan berkhidmat kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, sekitar 10 km arah timur Narukan.
Di Al Anwar inilah beliau terlihat sangat menonjol dalam fan-fan ilmu Syari’at seperti Fiqih, Hadits dan Tafsir. Hal ini terbukti dari beberapa amanat prestisius keilmiahan yang diemban oleh beliau selama mondok di Al Anwar, seperti Rois Fathul Mu’in dan Ketua Ma’arif di jajaran kepengurusan PP. Al Anwar. Saat mondok di Al Anwar ini pula beliau mengkhatamkan hafalan Shohih Muslim lengkap dengan matan, rowi dan sanadnya. Selain Shohih Muslim beliau juga mengkhatamkan hafalan kitab Fathul Mu’in dan kitab-kitab gramatika arab seperti ‘Imrithi dan Alfiah Ibnu Malik.
Memaknai Al-Qur’an dengan menangkap pesan pokoknya adalah hal mudah bahkan banyak sekali, dan tidak terhitung jumlahnya non muslim menjadi muslim karena mendengar bacaan Al-Qur’an, contoh yang paling populer adalah Sayyidina Umar menjadi muslim karena mendengar adiknya membaca surat Thoha.
Begitu juga Raja Najasyi, dia menangis terisak-isak begitu sepupu Nabi, Ja’far bin Abi Tholib membacakan surat Maryam dan dia menemukan kebenaran sejati tentang Isa Al masih. Dia berkata “ ini (Al-Qur’an ) dan yang diturunkan kepada musa ( Taurat ) pastilah dari sumber nur yang sama.” Sang raja menjadi muslim dan berkomitmen melindungi para sahabat yang saat itu hijrah ke tanah Habasyah.
Dalam tradisi Arab juga mungkin peradaban yang lain, sumpah adalah bukti kejengkelan atau kemarahan. Jika anda tidak dipercaya seseorang maka jika terulang-ulang keraguan orang itu akan kredibilitas anda, maka anda akan marah dan melontarkan kemarahan anda dengan cara sumpah yang meyakinkan. Kita dalam dialeg normal, dengan lawan bicara yang mempercayai kita, tentu kita tidak perlu sumpah. Begitulah dalam tahapan ilmu Balaghoh ( sastra Arab ), sebuah kalam tidak perlu ditaukidi dengan sumpah jika tidak terjadi pengingkaran dari mukhotob ( lawan bicara ).
Lalu bagaimana dengan muslim yang bahasa ibunya tidak berbahasa Arab? Jawabnya, tetap bahwa Al-Qur’an mudah dan tentu seorang muslim yang ingin sebagai ahli tafsir harus belajar bahasa Arab, sastra Arab, asbabun nuzul dan aspek aspek yang dibutuhkanya
Diantara bukti bahwa Al-Qur’an adalah Rahmat bagi seluruh muslim dari manapun dia dan dengan bahasa apapun, adalah fakta bahwa banyak mufassir kaliber dunia yang bahasa ibunya tidak berbahasa Arab. Misalkan Syekh Nawawi Banten dengan tafsir munirnya yang sangat melegenda dan bahkan mendapat gelar Sayyidu Ulama’ilhijaz.
Tentu rumus paling mudah seorang mufasir haruslah hafal Al-Qur’an juga sekian hadis rujukan, plus menelaah kitab-kitab tafsir acuan.
Adalah berkah bagi kita, fakta bahwa di pesantren-pesantren Indonesia diajarkan tafsir Jalalain, Showi, tafsir Munir, Itqon dan bahkan Imam Ghozali dalam Ihya’nya ada bab Ulumul Qur’an yang sangat luar biasa, beliau memulai dari Kitabu Adabi tilawatil Qur’an.
#gusbaha
#gusbahaterbaru
#gusbahalive
#livegusbaha
#gusbahalucu
#khbahauddinnursalim
#ngajigusbaha
#ngajinahdlatululama