JAKARTA, LINTAS – PT MRT Jakarta terus mengoptimalkan pendapatan dari sektor non-farebox guna meningkatkan kemandirian finansial perusahaan. Salah satu sumber pendapatan yang cukup signifikan adalah skema naming right atau hak penamaan stasiun.
Direktur Pengembangan Bisnis PT MRT Jakarta, Farchad Mahfud mengungkapkan bahwa kontribusi pendapatan non-farebox pada tahun 2024 mencapai sekitar 40 persen dari total pendapatan perusahaan.
Tren ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2025, seiring dengan perkembangan ekonomi dan industri terkait, seperti properti, ritel, serta event dan hiburan.
“Naming right ini memiliki kontribusi yang cukup signifikan, yakni sekitar 30-40 persen dari total pendapatan non-farebox. Ini di luar dari pendapatan iklan yang juga menjadi bagian penting dalam strategi bisnis MRT Jakarta,” ujarnya saat Forum Jurnalis belum lama ini.
Saat ini, MRT Jakarta masih memiliki beberapa stasiun yang tersedia untuk skema naming right, di antaranya Stasiun Blok A, Haji Nawi, ASEAN, serta stasiun-stasiun di fase 2 seperti Bendungan Hilir dan Monas.
Stasiun-stasiun tersebut memiliki potensi daya tarik yang tinggi, terutama bagi perusahaan yang ingin memperkuat eksistensi merek mereka di kawasan tersebut tanpa harus berinvestasi dalam infrastruktur fisik.
Selain menjadi sumber pendapatan, skema naming right juga dinilai sebagai strategi branding yang efektif.
“Bagi perusahaan, ini adalah peluang untuk mendapatkan eksposur luas karena nama stasiun akan disebut di berbagai media dan peta transportasi tanpa biaya tambahan untuk promosi,” tambah Farchad. (CHI)