Gideon Rachman menunjuk awal abad ke-21 sebagai era pemimpin-pemimpin keras dalam ๐๐ฉ๐ฆ ๐๐จ๐ฆ ๐ฐ๐ง ๐ต๐ฉ๐ฆ ๐๐ต๐ณ๐ฐ๐ฏ๐จ๐ฎ๐ข๐ฏ: ๐๐ฐ๐ธ ๐ต๐ฉ๐ฆ ๐๐ถ๐ญ๐ต ๐ฐ๐ง ๐ต๐ฉ๐ฆ ๐๐ฆ๐ข๐ฅ๐ฆ๐ณ ๐๐ฉ๐ณ๐ฆ๐ข๐ต๐ฆ๐ฏ๐ด ๐๐ฆ๐ฎ๐ฐ๐ค๐ณ๐ข๐ค๐บ ๐๐ณ๐ฐ๐ถ๐ฏ๐ฅ ๐ต๐ฉ๐ฆ ๐๐ฐ๐ณ๐ญ๐ฅ (2022). Donald Trump yang memenangkan pemilihan presiden AS tahun 2016, tentu, salah satunya. Lalu kini Trump kembali terpilih. Di beberapa negara di Eropa, Asia, dan Amerika, kemunculan ๐ด๐ต๐ณ๐ฐ๐ฏ๐จ๐ฎ๐ข๐ฏ membawa serta ancaman terhadap demokrasi. Mengapa pemilih mempercayakan kepemimpinan negara di tangan mereka? Salah satu sebab adalah situasi ekonomi, juga kecemasan terhadap arus imigrasi yang merebut pasar kerja dan nilai-nilai tradisionalโatau setidaknya cara hidup yang mapan dilakoni mayoritas warga negara.
Sejauh amatan Peneliti Senior Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS), Philips J. Vermonte, kepemimpinan keras/kuat seyogianya tidak mengabaikan teknokratisme dalam pembangunan negara. โ๐๐ต๐ณ๐ฐ๐ฏ๐จ๐ฎ๐ข๐ฏ tanpa teknokratisme tak akan (bertahan) lama,โ ujar Vermonte. Ini juga sekaligus menutup peluang hadirnya rezim militer.
Mari kita ikuti lebih lengkap. Diskusi dilakukan di Komunitas Utan Kayu, pada Kamis, 14 November 2024, pukul 19.00โ21.00 WIB.